Monday, December 18, 2006

Sumber Jambe Love Story Part III

Da-da adik….(lho kok adik? Ya iyalah, lha wong dia anak TK entah kelas A atau kelas B aku tak tahu, pokoke masih kuecil banget) kulambaikan tanganku kearah-nya saat dia semakin menjauhiku, lha kok malah lari.....?” Dasar Rika senengane medeni bocah “ ^_^!!! (bagi pembaca, yang dah penasaran sama cowok di Sujam Love Story 2, n’ dah berpikiran macem2, kasian deh lo ^_^ ha….ha)

Kulanjutkan langkah kaki-ku yang sempat terhenti oleh si bocah TK, kupandangi langit yang biru dan terik-nya mentari yang kian menyengat (jam 7 sujam seakan2 jam 9 sby, jam 9 Sujam seperti jam 12 Sby) wis pokoke puanas banget. Ya iyalah nama-nya juga kebun kayu sengon, jati n’ karet, iya kalau kebun teh atau kopi dan sejenis-nya yang suhu lingkungannya dingin. Setelah beberapa langkah, aku membaca tulisan Balai Kesehatan Sumber Jambe, aku masih bingung, masa’sih disini? Bukannya aku mencari Puskesmas? Sama ngga’ ya? Akhirnya aku tanya bapak satpam yang jaga di pos dekat Balai tersebut,
“Maaf pak mau tanya, puskesmas-nya disebelah mana ya pak?”
“Oo mbak dari FKG ya…itu mbak didepan situ”
“”iya saya dari FKG, makasih ya pak……..” jawabku singkat.
Ternyata benar ”tugas suci-q” bukannya bekerja di Puskesmas tapi di Balai Kesehatan milik perkebunan. Dengan langkah mantap aku memasuki Balai kesehatan tersebut.
”Assalamu’alaikum ibu....saya Rika” kuulurkan tangan berkenalan dengan seorang ibu yang bekerja disana, tepatnya bagian KIA (Kesehatan Ibu-anak)
”Waalaikum salam, saya bu ginem” jawab beliau
” Oiya, saya sudah tahu kok bu dari teman2, maaf bu bapak mantri-nya dimana?” tanyaku
”Mungkin masih dirumahnya mbak, tar lagi datang kok, tunggu aja dulu”
”Iya bu makasih” jawabku singkat.
Setelah panjang lebar berkenalan dengan beliua, aq menuju ke Poli gigi (tempat kerja baru-q sebagai dokter gigi ”karbitan/ pemature”, emang belum sah kok).
Disebelah poli gigi ada loket yang merangkap apotek, penjaga-nya seorang ibu muda beranak satu, nama-nya mbak Yuli. Akupun berkenalan dan ngobrol ngalor-ngidul (segera beradaptasi dengan lingkungan baru) dengan bu ginem, mbak Yuli dan Pak Ponidi salah satu staf pembantu umum Balai Kesehatan.

Hmm kulihat dari jendela bagian belakang balai Kesehatan, ada rumah dinas pak mantri dan kamar2 kosong yang sudah tak terpakai, karena dulu kamar tsb digunakan sebagai rawat inap dan mess mahasiswa FKG yang bertugas disini.

”Mbak dicari pak mantri di BP” kata bu ginem
” Oiya bu, makasih ” dengan membawa surat tugas dari kampus menghadap pak mantri, dalam perjalanan yang hanya membutuhkan beberapa langkah, jadi teringat rasa penasaranku pada pak mantri yang ”kurang disukai oleh teman2ku”. Kupikir kalau aku ngga’ berbuat salah atau aku berbuat baik dengan beliau, Insya Allah ngga’ ada masalah, ya semoga aja demikian.

Kuketuk pintu dan kuanggukkan kepala sebagai tata krama kesopanan, tok...tok ”Assalamu’alaikum, boleh saya masuk pak? ”
” Waalaikum salam, Ooh ya silahkan ” bapak mantri berdiri mempersilahkanku masuk dan mengulurkan tangan untuk bersalaman
Aku-pun menyambut jabatan tangan pak mantri (aku pikir dan yang kupahami, berjabat tangan dengan lawan jenis bukanlah sesuatu yang haram, tetapi hukumnya mubah2 saja. Hanya saja tidak semua kemubahan bisa dan harus kita lakukan, terkadang kita-pun harus menjaga diri kita, kapan kita menerima jabat tangan dengan lawan jenis dan kapan tidak, aku pikir pemabaca-pun mampu untuk memilah2 hal tersebut).
” Rika pak ” kuperkenalkan nama-ku terlebih dahulu
” Oiya silahkan duduk ”
Bla...bla...pertanyaan seputar perjalanan yang melelahkan, pendapat ttg Sujam, program-ku ke depan selama 2 minggu di Sujam, dan pertanyaan2 yang lain, cerita2 kalau beliau baru bulan Juni menjabat sebagai mantri di Sujam jadi belum banyak pengalaman memimpin di balai kesehatan Sujam ini dan baru menikah sekitar 2,5 bulan yang lalu. Bla...bla...panjang deh, inti-nya selamat datang di Sujam, di Balai Kesehatan Sujam, n’ nyantai aja disini, di betah2in anggap refreshing. Aku Cuma tersenyum, dalam hati masih bertanya mampukah aku bertahan di Sujam selama 2 minggu?.

BTW about pak mantri yang masih muda banget itu (sekitar 26-27an), sekilas aku memberi nilai 70 (kumat nih keisengan Rika, 3 C untuk beliau: cool, calm n’ cakep ^_^ tapi sayang dah beristri hua...ha...ngga’ banget deh...huss pikiran kok dibiarin nglantur gini to Rik, Astaghfirullah....aku Cuma iseng aja kok Ya Allah...jangan marah ya...pliz ampuni hamba-Mu yang ngaco’ ini ^_^). aku hanya berpikir apa yang tidak disukai teman2ku pada beliau? Beliau begitu baik, aku tidak merasa diceramahi, beliau sopan, ramah dan yang cukup berkesan, beliau mengatakan bahwa beliau orang-nya kalau ngga’ perlu bicara ya ngga’ bicara, kalau perlu bicara maka ya akan bicara (wah kebetulan sekali pak, itu yang saya inginkan).

N’ than, mbak Yuli mengantarkanku ke kantor perkebunan sebelah mess-ku, aku menghadap bapak Seno sebagai kepala kantor untuk menyerahkan surat tugas dari FKG, kemudian percakapan ringan yang tak jauh berbeda dari sambutan pak mantri. Kemudian aku berkenalan dengan seluruh staf kantor perkebunan, entahlah aku ngga’ hafal nama2 bapak tersebut, terlalu banyak, hanya beberapa gelintir orang yang masih kuingat, ada pak muji, pak puji, pak subandi, karena beliau sering nglembur bersama-ku di kantor untuk mengerjakan laporan masing2.

Setelah dari kantor, aku-pun kembali ke balai kesehatan dan melewati TK, kembali aku mengamati bocah2 TK sambil mencari wajah bocah laki2 yang kutemui tadi pagi ^_^, ternyata pertemuan-ku dengan si bocah pagi itu adalah pertemuanku yang pertama dan terakhir selama di Sujam, karena aku tidak pernah bertemu lagi dengannya T_T, entah aku yang berangkatnya terlalu siang, atau dia yang terlalu pagi?” Entahlah aku belum mendapatkan jawabannya, ”penting ngga’ sih dibahas” ^_^ he...he

Baru beberapa menit mengamati peralatan2 poli gigi yang sangat2 terbatas itu (dibanding FKG yang lumayan lengkap), seorang anak perempuan TK kelas B datang bersama ibu-nya mau mencabutkan gigi anak-nya, gigi 71 n’ 81 (isitilah untuk gigi insisivus pertama sulung kiri-kanan bawah).
”Hmm cabut gigi anak? Wadau gimana nih? Sering-nya sih cabut gigi orang dewasa pakai suntikan anastesi n’ aku sudah melewati klinik Bedah Mulut I dan II, so Insya Allah kalau gigi orang dewasa no problemo, tapi kalau gigi anak2 ini urusan Pedodonsia (kedokteran gigi anak2)dan aku belum masuk kesana, baru semester depan aku mengambil paket klinik itu. Hmm Bismillahirramanirrahim, aku harus bisa, disini ngga’ ada dosen ataupun teman2 yang akan membantuku, tapi disini peranku adalah sebagai seorang dokter gigi, aku adalah pembuat kebijakan atas tindakan yang akan kuambil dan harus mampu bertanggung jawab atas tindakan-ku, Ya Allah.....aku tidak pernah mancabut gigi anak2, Engkau tahu itu Ya Allah, tapi aku-pun tidak boleh menolak permintaan pasien, kumohon Ya Allah beri kemudahan pada hamba-Mu ini. Tak kutampakkan rasa ketidak PD-anku pada pasien dan orang tua-nya, karena akan berpengaruh besar pada psikology sang anak dan ibu-nya. Aku-pun berusaha bersikap profesional, mendiagnosa dgn menanyakan segala hal yang kuperlukan untuk riwayat kesehatan dan rekam medis sebagai pertimbangan tindakan yang akan kulakukan. Hmm Ok, Bismillahirrahmanirrahim, kuajak si anak berbicara ringan, tentang sekolah-nya, kuajak bercanda sebentar dsb (untuk mengalihkan perhatian dia, sehingga berkurang rasa takut-nya pada tindakan ”cabut gigi”)
”Adik ngga’ usah takut ya...bentar, sakit dikit kok (emang nih gigi udah goyang derajat 2, jadi Insya Allah ngga’ terlalu susah untuk mengeluarkannya), tar kalau sakit angkat tangan ya.....”
Dia mengangguk tanda setuju dengan instruksi yang kuberikan
Kuambil chloretyl (anestesi topikal berbentuk spray, suhu-nya dingin) dan tang gigi anterior sulung, kuambil tampon (kasa yang digulung) dan disemprotkan chlorethyl ke tampon tersebut, Bismillahirrahmanirrahim, kuletakkan tampon dingin tersebut pada daerah sekitar gigi 71 dan 81, awal-nya kuambil gigi 71 (insisivus pertama sulung kiri bawah yang sudah goyang derajat 2) kemudian gigi 81 (insisivus pertama sulung kanan bawah yang goyang derajat 1). Syut...nah sudah selesai kata-ku pada gadis kecil itu, nih gigi-nya adik, kutunjukkan kedua gigi yang sudah kuambil, pinter ngga’ nangis....ngga’ sakit kan, lho kok matanya berkaca2 ini kenapa? Sakit ta? Tanya-ku
Dia menggeleng lemah, ”lha terus napa? Takut? ” tanyaku. Dia mengangguk.
” udah gpp, dah selesai kok, ini kapas-nya digigit dulu, sekarang sekolah lagi ya...nih mbak Rika kasih sikat dan pasta gigi (enak ya jadi pasien anak2, dapat bonus terus, ya itung2 sebagai reward atas keberanian dia, n’ biar dia ngga’ takut lagi sama dokter gigi)
” Lho bilang apa dulu sama bu dokter ’ kata si ibu yang mengantarkannya
”makasih bu dokter ” kata si gadis kecil berkepang itu
” Sama2, rajin gosok gigi ya adik....biar gigi-nya ngga’ lubang, ngga’ sakit n’ ngga’ dicabut lagi”
Si gadis kecil itu tersenyum senang sambil memandangi hadiah yang telah kuberikan, mencium tanganku dan berpamitan kembali ke sekolah-nya (TK)
Dan akhir-nya pengalaman pertama mencabut gigi anak2 berjalan dengan sukses berkat pertolongan Allah tentu-nya, karena aku tak akan mampu melakukan itu semua itu tanpa kehendak Allah.
Setelah itu, jam istirahat makan pagi jam 9.30 (kembali ke mess) dan balik kerja lagi jam 10. wah ternyata ketika kembali sudah ditunggu pasien, kalau ngga’ salah ingat pasien tambal 2 gigi, setelah itu berdatangan lagi pasien (aslie pasien minta cabut gigi, tapi karena kemarin malam masih sakit jadi-nya Cuma medikamentosa, pemberian obat saja dan kubersihkan karang gigi-nya), aku pro kontrol 3 hari (suruh datang lagi 3 hari kemudian), tapi kok ya ngga’ datang2. Ya gimana ya...begitu-lah sample gambaran masyarakat kita yang kurang kesadarannya tentang kesehatan gigi dan mulut, orang datang untuk dilakukan perawatan/ minta cabut ketika gigi-nya sakit, setelah ngga’ ada keluhan malah ngga’ balik2, oalah bu...bu piye to. Nah inilah Rik kewajiban-mu sebagai dokter gigi, untuk memberikan edukasi kepada masyarakat ttg pentingnya kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut (dalam batinku).

Akhir-nya pulang kerja jam 13.30 WIB, aku kembali ke mess menantang terik-nya matahari yang tak mau mengalah dengan kedatangan awan mendung ataupun hujan yang sangat dirindukan oleh warga Sujam. ”Huuah panas buanget....bisa2 gosong nih kulit”. Kutundukkan wajah (seperti orang yang sedang mengheningkan cipta atau nyari uang-nya yang hilang ^_^), tapi jujur aku menyerah dari tantangan sang surya ngga’ mau kompromi itu. Sesekali kupandangi pemandangan bukit yang tampak dari balik kantor perkebunan dan kebun2 karet dan sengon yang berhektar2 luas-nya. Hmm kapan2 aku akan masuk ke ”hutan” itu, aku ingin tahu wujud bahan baku karet sebelum diolah pabrik (ya maklum lah gadis metropolis saba hutan belantara, jadi ngga’ tahu apa2, always want to know gitu deh ^_^).

Akhir-nya sampai juga di mess, huaah enak-nya membaringkan badan...capek...(capek-nya bukan karena terlalu banyak pasien, tapi karena terlalu banyak nganggur, jadi agak2 boring deh di balai kesehatan tadi), untung-nya bawa buku ”Di Jalan Da’wah Aku Menikah” jadi-nya waktu-pun berlalu tak terasa setengah buku dah kulahap habis, ampe’ pak mantri menduga kalau aku mo’ merit, karena sering-nya bertemu denganku membawa n’ membaca buku tersebut, he...he...
Benar-kah Rika mau merit? Pantengi aja Sujam Love Story Part IV (met penasaran lagi ye...he...he...)

No comments: