Wednesday, June 14, 2006

Wawasan Politik (Waspadalah!!)

AGENDA PENJAJAHAN AS

DI BALIK KUNJUNGAN DONALD RUMSFELD

Sebagaimana diketahui, Selasa (6/06/2006), Menhan AS, Donald Rumsfeld, telah berkunjung ke Indonesia. AS tampaknya sedang memofuskan perhatiannya ke Indonesia. Ini bisa dilihat dari kunjungan para pejabatnya secara berturut-turut ke Indonesia. Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice, berkunjung ke Indonesia pada bulan Januari 2006. Bulan April datang pula Wolfowitz, mantan Deputi Menteri Pertahanan AS di bawah Donald Rumsfeld. Minggu ini, giliran Menteri Pertahanan AS, Donald Rumsfeld, yang datang langsung ke Indonesia.

Dari kunjungan-kunjungan tersebut terlihat bahwa hasil pertemuan Condoleezza Rice terkait ekonomi ditindaklanjuti oleh Wolfowitz, sebagai Direktur Bank Dunia, dan dalam bidang pertahanan/militer ditindaklanjuti oleh Menhan AS, Rumsfeld.

Hizbut Tahrir Indonesia melihat ada beberapa hal penting yang ingin dicapai dalam kunjungan ini antara lain:

Pertama: menyangkut kerjasama militer Indonesia-AS, khususnya menyangkut alat utama sistem pertahanan/alutsista (Kompas, 5/6/2006). Kunjungan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kerjasama militer, namun bukan untuk memperkuat Indonesia, melainkan lebih untuk kepentingan AS. Pemulihan embargo peralatan militer hanya berupa pendidikan militer dan kebolehan membeli senjata yang tidak mematikan. Apalagi jika pembeliannya dengan menggunakan kredit (foreign military financing), yang diperoleh dari AS. Pada sisi lain, peralatan militer yang mematikan tetap diembargo. Dengan demikian, peralatan persenjataan militer secara langsung tetap bergantung pada AS.

Kedua: menyangkut keamanan Asia Tenggara (VOA, 5/6/2006). Di antara hal penting terkait dengan keamanan Asia Tenggara adalah Selat Malaka. Saat Condoleezza Rice datang ke Indonesia, dia sempat menyinggung tawaran pengamanan AS terhadap Selat Malaka ini. Jauh sebelumnya, Menhan AS Donald Rumsfeld, pada 4 Juni 2004, juga menyatakan bahwa balatentara AS akan memburu kaum teroris di Asia Tenggara "segera", seraya menakut-nakuti negeri-negeri Muslim moderat akan adanya serangan-serangan kaum "ekstremis Islam". Pernyataan yang dikeluarkan di atas geladak kapal angkut helikopter USS Essex di Selat Malaka ini mengindikasikan bahwa AS ingin menguasai Selat Malaka. Saat ini, Menhan AS akan meminta komitmen dari Pemerintah Indonesia untuk memperkenankan AS turut 'menjaga' jalur internasional Selat Malaka.

Ketiga: menyangkut masalah terorisme. AS menghendaki Pemerintah Indonesia berada di garis depan dalam 'war on terrorism' (perang melawan terorisme). Pertemuannya dengan Menko Polhukam tentu mendiskusikan seputar politik, hukum, dan keamanan. Saat ini, Indonesia sudah memiliki Undang-undang Antiterorisme. Karena dirasa belum memadai, tengah dipersiapkan RUU Rahasia Negara dan RUU Intelijen. AS menghendaki UU ini dibuat sesuai dengan slogan 'war on terrorism'. Pada sisi lain, tidak menutup kemungkinan, adanya tekanan politik dan hukum dari AS terhadap proses hukum kasus terorisme yang tengah berjalan di Indonesia.

Keempat: menyangkut masalah Timor Leste. Beberapa bulan lalu, Presiden Timor Leste Xanana Gusmao melaporkan hasil penemuan pelanggaran HAM berat TNI di Timor Timur ke PBB. Sekarang, Perdana Menteri Timor Leste, Mari Alkatiri, menyebut milisi pro-Indonesia dan pihak ketiga (Indonesia) menimbulkan kekacauan di negara tersebut. Situasi hubungan Indonesia-Timor Leste ini dimanfaatkan AS untuk menekan Indonesia agar mengikuti kehendaknya.

Kelima: menyangkut bantuan bencana gempa bumi di Yogya (VOA, 5/6/2006). Berkaitan dengan bantuan korban bencana ini, Ketua MPR, Hidayat Nurwahid, menyatakan, "Pemerintah harus waspada dan selektif, jangan sampai bantuan yang bersifat kemanusiaan itu ditunggangi oleh kepentingan yang tidak manusiawi, seperti spionase atau mengubah budaya lokal," ujarnya (5/6/2006).

Sehubungan dengan itu Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:

Pertama: mewaspadai kunjungan ini sebagai upaya AS untuk merealisasikan tujuan politik luar negerinya, yakni melakukan penjajahan dalam berbagai bentuknya. Karena itu, hubungan militer, pertahanan, dan keamanan antara AS dengan Dunia Islam, termasuk Indonesia, harus dibaca sebagai hubungan penjajah dengan yang terjajah. Sebab, AS tidak akan memperhatikan negeri manapun, kecuali melihatnya sebagai lahan jajahan.

Kedua: menolak setiap intervensi asing atas negeri-negeri Muslim di mana pun, termasuk di Indonesia; baik dalam bidang politik, militer, pertahanan, keamanan, dan sebagainya. Sebab, hal itu akan membuka pintu penjajahan terhadap negeri-negeri Muslim dan mengantarkan kaum Muslim ke jurang kehinaan dan kesengsaraan. Membantu dan memfasilitasi para penjajah kufur jelas diharamkan dalam Islam, karena Allah SWT telah berfirman:

Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir sebagai penolong. (TQS. Ali 'Imran [2]: 28).

Ketiga: mengingatkan pemerintah untuk tidak tunduk kepada tekanan AS, dengan mengorbankan kedaulatan negara.

Keempat: membangun kekuatan real kaum Muslim untuk menata kembali dunia berdasarkan cahaya Islam, sekaligus mengakhiri hegemoni negara penjajah AS dan sekutunya, yang telah menyengsarakan seluruh umat manusia di dunia. Sebagai Muslim kita harus meyakini, kekuatan real yang secara nyata akan mampu menenggelamkan kezaliman global Kapitalisme itu adalah Khilafah Islamiyah yang menerapkan syariat Islam secara kâffah.

Jakarta, 6 Juni 2006 M,

Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia

Muhammad Ismail Yusanto
HP: 0811-119796
Email: ismaily@telkom.net, ismaily@hizbut-tahrir.or.id


--------------------------------------------------------------------------------

Gedung Anakida Lantai 4
Jl. Prof. Soepomo Nomer 27, Jakarta Selatan 12790
Telp / Fax : (62-21) 8353253 Fax. (62-21) 8353254
Email : info@hizbut-tahrir.or.id
Website : http://www.hizbut-tahrir.or.id

No comments: